Selamat Datang Ke Sadau FM ...Dengarkan sadau fm yang berkumandang dicorong radio anda di 100.00 mhz teruskan bersama DJ DJ sadau FM ...info terkini ..dekat dihati . TERUSKAN DENGAN SADAUFM ..PENYAMPAI MAKLUMAT DAN HIBURAN SENSASI..TERUSKAN BERSAMA KAMI SETIAP PETANG ISNIN -JUMAAT 5.00 PM 615 PTG SABTU 11.00 PAGI SEHINGGA JAM 11.00 MALAM --AHAD 9.00 PAGI SEHINGGA 615PM >
Pesanan Sadau FM Mutiara Kata
Video Terpilih Sadau FM Sempena Raya

Wednesday, September 9, 2009

MALAM LAILATUL QADAR

Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly

Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid



Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur’an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.

Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.


1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar : 1-5]

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.

“Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]



2. Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan. [1]

Imam Syafi’i berkata : “Menurut pemahamanku. wallahu ‘alam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : “Apakah kami mencarinya di malam ini?”, beliau menjawab : “Carilah di malam tersebut” [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda.

“Artinya : Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165]

Ini menafsirkan sabdanya.

“Artinya : Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir” [Lihat Maraji' tadi]

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda.

“Artinya : Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)” [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.

Kesimpulannya

Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu ‘alam



3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.?

Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]

Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, “Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah :

“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul afwa fa’fu’annii“

“Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku” [2]

Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya[3] menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]

Juga dari Aisyah, (dia berkata) :

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya” [Hadits Riwayat Muslim 1174]



4. Tanda-Tandanya

Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu degan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari ‘Ubay Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” [Hadits Riwayat Muslim 762]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.

“Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah” [4]

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan” [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]





Foote Note.

Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-neda, Imam Al-Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr Bidzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini, lihatlah…

Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850 dari Aisyah, sanadnya Shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan hal. 55-57 karya Ibnu Rajab Al-Hambali.

Menjauhi wanita (yaitu istri-istrinya) karena ibadah, menyingisngkan badan untuk mencarinya

Muslim 1170. Perkataan : “Syiqi jafnah” syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al-Qadhi ‘Iyadh berkata : “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan”.


Hikmah Malam Lailatul Qadar
"Sesunguhnya, Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS al-Qadr [97]: 1-5).

Begitu besar kasih sayang yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Manusia, sebagai hamba-Nya dengan tabiat yang sering jatuh bangun dalam lumpur dosa. Namun Allah senantiasa mengasihi dengan memberi kita kemudahan-kemudahan untuk mensucikan diri dari karat-karat dosa dan kemaksiatan. Tak bisa dibayangkan, sebesar apa noda hitam kemaksiatan itu tergores dalam hati, apabila Allah tidak melimpahkan ampunan-Nya yang Maha Luas.

Ramadhan, merupakan salah satu sarana yang Allah berikan kepada kita memperoleh ampunan-Nya. Banyak sekali kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepada hamba-Nya melalui Ramadhan ini, sehingga wajar kalau Rasulullah mengekspresikan keutamaannya dengan perkataan "Apabila umat ini tahu apa yang ada dalam Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan hal itu selam satu tahun penuh." (HR Tabrani).

Bahkan salah satu malam yang diselimuti keberkahan hanya terdapat pada salah satu malam di bulan Ramadhan. Betapa agungnya Ramadhan sehingga tak ada selainnya yang mendapatkan malam mulia yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah saw, bersabda, "Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat. (HR Bukhari dan Muslim)

Banyak penjelasan Rasulullah saw yang sampai pada kita tentang keutamaan-keutamaan malam yang penuh berkah ini. Sebagai malam yang terbaik dan paling barakah diantara malam yang ada, didalamnya Allah telah menjanjikan pada hambanya yang ikhlas dan berharap untuk mendapatkan perlindungan-Nya di hari akhir, akan melipatgandakan sampai 1000 bulan untuk amal-amalan kebaikan yang dilakukan pada malam ini.

Banyak sekali hadist yang menerangkan bahwa kaum muslim hendaklah mencari lailatul qadar diantara tanggal ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (HR Bukhari) atau tujuh malam terakhir bulan itu (HR Bukhari). Tampaknya bagi kita tidak menjadi persoalan kapan lailatul qadar itu didatangkan, tetapi yang penting adalah menjemput
kedatangannya pada setiap waktu dan mempersiapkan diri untuk itu.



Mungkin lebih baik jika kita pusatkan perhatian pada kesiapan mental, kejernihan hati, ketulusan jiwa, keadilan pikiran, kepenuhan iman kita, serta totalitas iman dan kepasrahan jiwa kita kepada Allah SWT. Karena itulah, Ramadhan dengan lailatul Qadar-Nya sebagai media yang bisa mengantarkan kita pada kesucian. Adalah sangat disunahkan bagi kita untuk berusaha memperolehnya dengan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan yang baik. Rasulullah, suatu ketika mengatakan "Barang siapa beramal pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka terampunilah dosa-dosanya yang telah lalu". Tidak berlebihan memang, kalau Allah menamainya yang kebaikannya melebihi seribu bulan.

Tentu alangkah sombongnya manusia yang sangat membutuhkan pengampunan dari Allah atas perbuatan-perbuatan mereka yang banyak menyimpang, apabila mereka menyia-nyiakan kesempatan emas yang bersifat tak tentu akan mereka dapatkan di masa-masa yang akan datang. Siapa yang bisa menjamin bahwa usia kita akan sampai Ramadhan tahun-tahun yang akan datang. Oleh karena itu merupakan keharusan yang tidak bisa tidak bagi kita, untuk mengejarnya, sehingga janji-janji Allah yang telah ditaburkan itu benar-benar bisa kita dapatkan.

Kita bisa menyikapinya dengan senatiasa mengoptimalkan ibadah kita di 10 malam terakhir dalam bulan yang penuh rahmat ini. Dengan begitu kita tidak khawatir akan terlepas dari malam lailatul qadar. Karena kita mencarinya hanya pada malam-malam tertentu.

Para ulama menerangkan bahwa hikmah disembunyikannya malam qadar, tidak ditegaskan malamnya, ialah supaya kita berusaha mencarinya, meningkatkan ibadah di setiap malam, membanyakkan doa semoga memperolehnya, sebagaimana yang dilakukan ulam salaf.

Rasulullah SAW sengaja memperlihatkan keistimewaan yang ada pada malam kemuliaan (lailatul qadr) yang penuh berkah itu. Karena beliau tahu bahwa dahulu pernah ada seorang lelaki bani Israil yang selama 1000 bulan selalu memakai pedang berjuang dijalan Allah.

Karena umur ummatnya tidak ada yang sepanjang itu, maka Allah menurunkan surat Al-Quran yang menerangkan mengenai malam kemuliaan itu: "Sesungguhnya kami menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajr" (Al Qadr 1-5).

Al Qadr berarti kemuliaan atau tempat kedudukan yang tinggi, atau dikatakan juga takdir (ketentuan) dan keduanya dianggap benar. Ia merupakan tempat menentukan segala urusan dalam setiap tahun, seperti firman Allah: "Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam yang diberkati, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah" (Ad Dukhan 3 4).

Seribu bulan lebih lamanya daripada 83 tahun (sepanjang umur manusia). Dan melakukan ibadah pada malam itu pahalanya setara dengan melakukan ibadah sepanjang masa. Tentu saja itu merupakan kemurahan. Oleh karena itulah Rasulullah menjadi orang yang paling antusias untuk melakukannya. Demi hal itu beliau melakukan i'tikaf di masjid, seraya melepaskan diri dari segala kesibukan dunia. Beliau bersabda: "Barang siapa melakukan ibadah pada malam kemuliaan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni".

Suatu hal yang perlu diperhatikan mengenai keistimewaan malam kemuliaan ini ialah, bahwa Allah memuliakan segenap manusia dengan cara menurunkan cahaya petunjuk pada malam itu. Karenanya, gelap kesesatan hilang sirna. Pada malam itu Allah menghidupkan hati manusia kalau mereka mau melakukan amal-amal yang saleh. Pada malam itu turun para malaikat dan termasuk juga Jibril.

Satu lagi keistimewaan malam kemuliaan tersebut ialah, kalau peristiwa turunnya malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW membawa wahyu sudah berlalu, maka pada malam kemuliaan itu seakan-akan merupakan rekonstruksinya ataupun demi pembaharuan kesejahteraan bagi manusia.

Apabila Jibril waktu itu turun dengan membawa wahyu dan syariat Islam, maka pada malam kemuliaan itu beliau turun lagi setelah mendapat izin dari Rabbnya untuk mengatur segala urusan yang berlaku setahun bagi penghuni bumi. Para malaikat pun ikut turun dengan membawa segenap kesejahteraan. Pada malam itu seolah-olah seluruh dunia tengah terjaga menyambut tanda-tanda kesejahteraan, kedamaian, kebajikan dan keselamatan.

Malam kemuliaan merupakan karunia yang tiada duanya. Siapapun yang sampai terlambat memanfaatkannya, maka sama halnya ia telah berlaku aniaya terhadap dirinya sendiri. Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat: "Apabila kamu mendapati malam itu (lailatul qadr), maka bacalah do'a ini: Allahumma innaka 'afqun tuhibbul 'afwa fa'annii. (Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pengampun, Engkau suka mengampuni, maka ampunilah aku)" (HR Tarmidzi).

Do'a tersebut mencakup segala kebajikan. Dengan begitu jika orang yang telah melakukan kesalahan sudah diberikan ampunan, maka jiwa dan raganya akan terpelihara. Ia pun akan dipelihara dari hisab (perhitungan amal) dan siksa, sehingga ia akan
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW sudah menjelaskan kepada para sahabatnya mengenai tanggal dari pada malam lailatul qadr tersebut, yakni disekitar bilangan sepuluh hari yang terakhir pada bulan Ramadhan. Sepertinya masalah tersebut tidak perlu diperdebatkan, karena seluruh malam yang ganjil dari sepuluh malam terakhir, terdapat hadist yang memaparkan
bahwa malam itu adalah lailatul qadr.


Rasulullah SAW bersabda: "Perangilah nafsu kamu dengan menahan lapar dan dahaga, karena pahalanya seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah dan tidak ada amalan yang disukai di sisi Allah daripada menahan lapar dan dahaga". Wallahu a'lam.


Apakah itu Lailatulqadar?

Tentang makna al-Qadr, sebahagian ulama berpendapat ia bermaksud pengagungan. Dari sini dapat kita fahami bahawa lailatulqadar bermaksud malam yang memiliki keagungan kerana diturunkan al-Quran pada malam tersebut, turunnya para malaikat, melimpahnya rahmat dan keampunan ALLAH serta ALLAH akan menganugerahkan keagungan (kemuliaan) kepada mereka yang beribadah pada malam itu.

Al-Qadr juga bermaksud penetapan. Oleh itu, lailatulqadar juga bermaksud malam penetapan segala urusan yang bakal berlaku pada tahun berikutnya. Ini jelas bertentangan dengan tanggapan kebanyakan umat Islam di Malaysia yang beranggapan bahawa malam Nisfu Sya’ban merupakan malam di mana ALLAH menetapkan apa yang ditakdirkan untuk kita pada tahun berikutnya. Mereka berhujah dengan Firman ALLAH S.W.T:

"Sesungguhnya KAMI telah menurunkan al-Quran itu pada malam yang berkat; (KAMI berbuat demikian) kerana sesungguhnya KAMI sentiasa memberi peringatan dan amaran (agar hamba-hamba KAMI tidak ditimpa azab). (KAMI menurunkan al-Quran pada malam itu kerana) pada malam yang berkat itu dijelaskan (kepada malaikat) tiap-tiap perkara yang mengandungi hikmat serta ketetapan yang bakal berlaku." – Surah al-Dukhan: 3-4.

Menurut tafsiran 'Ikrimah, malam yang diberkati dan ditetapkan segala urusan manusia itu adalah malam Nisfu Sya’ban. Namun, pendapat ini tertolak kerana nas-nas yang sahih telah menjelaskan bahawa al-Quran diturunkan pada bulan Ramadan dan malam yang diberkati itu adalah malam lailatulqadar sebagaimana yang terdapat di dalam surah al-Qadr yang telah penulis paparkan sebelum ini.

Al-Hafiz Ibn Kathir r.h ketika mentafsirkan surah al-Dukhan, ayat 3-4, katanya:

"ALLAH berfirman menjelaskan tentang al-Quran al-Adzim bahawa al-Quran diturunkan pada malam yang penuh berkat, iaitu malam al-Qadr sebagaimana firman ALLAH di dalam surah al-Qadr:

"Sesungguhnya KAMI telah menurunkan (al-Quran) ini pada malam al-Qadr." – Surah al-Qadr: 1.

Hal itu terjadi pada bulan Ramadan sebagaimana firman ALLAH S.W.T:

"(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa ialah) bulan Ramadan yang diturunkan al-Quran padanya, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dan yang salah. Oleh itu, sesiapa antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), dia hendaklah berpuasa pada bulan itu dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir, (dia bolehlah berbuka kemudian dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan itu) ALLAH menghendaki kamu beroleh kemudahan dan DIA tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Malah supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan), supaya kamu membesarkan ALLAH kerana mendapat petunjuk-NYA dan supaya kamu bersyukur." – Surah al-Baqarah: 185.

Apa yang dapat diambil pengajaran di sini ialah sesiapa yang mengatakan bahawa malam yang dimaksudkan (dalam surah al-Dukhaan itu) adalah malam Nisfu Sya’ban seperti yang diriwayatkan daripada 'Ikrimah, bererti dia telah menjauhkan diri dari pengertian asalnya. Ini kerana, nas al-Quran menegaskan bahawa yang dimaksudkan dengan malam yang penuh berkat itu (lailatulqadar) adalah pada bulan Ramadan." – Rujuk Kitab Tafsir al-Quran al-‘Adzim karya al-Hafiz Ibn Kathir, jil. 4, ms. 137.

Syeikh Muhammad Abdul Salam r.h berkata:

"Keyakinan bahawa malam Nisfu Sya’ban adalah malam al-Qadr adalah keyakinan yang salah. Demikian kesepakatan para ulama hadis sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Kathir di dalam tafsirnya. Ketika menjelaskan Sunan al-Tirmizi, Ibn al-'Arabi mengatakan bahawa firman ALLAH di dalam surah al-Dukhan, ayat 3: Sesungguhnya kami menurunkan al-Quran bermaksud diturunkan pada malam Nisfu Sya’ban adalah tidak benar kerana ALLAH tidak pernah menurunkan al-Quran pada bulan Sya’ban.

Tetapi, ayat itu harus difahami secara lengkapnya sesungguhnya kami menurunkan al-Quran pada malam al-Qadr di mana lailatulqadar itu hanya wujud pada bulan Ramadan. Hal ini juga ditegaskan oleh ALLAH di dalam surah al-Baqarah, ayat 185: Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah pada bulan Ramadan yang diturunkan al-Quran padanya. Keyakinan al-Qadr berlaku pada malam Nishfu Sya’ban sangat bertentangan dengan Kitabullah dan sangat jauh terpesong dari isi kadungannya.

Perlu kami ingatkan bahawa ALLAH sendiri telah menegaskan tentang malam itu di dalam surah al-Dukhan, ayat 3: (KAMI menurunkan al-Quran pada malam itu kerana) pada malam yang berkat itu dijelaskan (kepada malaikat) tiap-tiap perkara yang mengandungi hikmat serta ketetapan bermaksud pada malam al-Qadr dijelaskan segala hal kepada malaikat bukannya pada malam Nisfu Sya’ban." – Rujuk Kitab al-Sunan wa al-Mubtada’at karya Muhammad Abdul Salam Khadr al-Syaqiry, ms. 156.

Disebabkan oleh kekeliruan ini, mereka telah menciptakan pelbagai ibadah yang khusus seperti membaca surah Yasin sebanyak tiga kali diselang-selikan dengan doa-doa yang tertentu agar tahun yang mendatang bakal lebih baik dari tahun itu. Ternyata amal ibadah tersebut tidak ada contohnya daripada Rasulullah s.a.w mahupun para al-Salafussoleh dan sewajarnya dinilai semula oleh semua pihak. Ini adalah kerana Rasulullah s.a.w telah mencela amalan bid’ah melalui sabdanya:

"Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah (al-Quran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (sunnah) serta seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama dan setiap yang diada-adakan termasuk kategori bid’ah dan semua bid'ah itu menyesatkan." - Hadis riwayat Muslim dalam Sahihnya, no: 867.
__________________
Bilakah Berlakunya Lalitaulqadar?

Sabda Rasulullah s.a.w:

"Carilah lailatulqadar pada malam-malam yang ganjil daripada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan." - Hadis riwayat al-Bukhari di dalam Sahihnya, no: 2017.

Sabda Rasulullah s.a.w :

"Carilah (lailatulqadar) pada sepuluh malam terakhir. Jika seseorang kamu lemah atau tidak mampu, janganlah dia kalah (putus asa) mencarinya pada baki tujuh malam terakhir." - Hadis riwayat Muslim di dalam Sahihnya, no: 1165.

Kombinasi dari kedua-dua hadis di atas dapatlah kita simpulkan bahawa kita sepatutnya menggandakan ibadah pada malam yang ganjil bermula sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadan terutamanya pada malam ke 23, 25, 27 dan 29. Namun demikian Rasulullah s.a.w. apabila tiba sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadan, baginda akan menggandakan ibadah baginda maka amalan sebeginilah yang afdal untuk diamalkan kita semua. Baginda bersungguh-sungguh merebut peluang untuk melakukan ibadah sambil beriktikaf di masjid. Menurut al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqalani r.h:

"Dari segi bahasa, iktikaf bermaksud membatasi diri pada sesuatu. Sedangkan menurut pengertian syarak, ia bermaskud individu tertentu menetap di dalam masjid dengan cara khusus (menepati sunnah)." - Al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, jil. 11, ms. 538.

Ketika beriktikaf, umat Islam dianjurkan memperbanyakkan ibadah sunat seperti solat, berdoa, berzikir, membaca al-Quran, berselawat ke atas Nabi s.a.w, mempelajari ilmu-ilmu agama dan lain-lain amalan yang soleh.

Aisyah r.a berkata:

"Rasulullah s.a.w bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan) yang tidak pernah dilakukannya pada waktu yang lain." - Hadis riwayat Muslim di dalam Sahihnya, no: 1174.

"Sesungguhnya Nabi s.a.w biasa melakukan iktikaf pada sepuluh yang terakhir di bulan Ramadani sehingga ALLAH mewafatkan baginda." - Hadis riwayat al-Bukhari di dalam Sahih nya, no: 2026.

Aisyah r.a berkata:

"Rasulullah s.a.w bersungguh-sungguh melakukan ibadah pada sepuluh hari terakhir yang tidak pernah dilakukannya pada waktu lain." - Hadis riwayat Muslim di dalam Sahihnya, no: 1174.

Doa yang amat dianjurkan dibaca pada malam lailatulqadar selepas membaca tasyahhud adalah sebagaimana hadis yang telah diriwayatkan oleh Ali bin Abu Talib r.a:

"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w membaca pada solat witirnya (selepas tahiyat):

"Ya ALLAH! Sesungguhnya AKU berlindung dengan keredhaan-MU daripada segala kemurkaan-MU. AKU juga berlindung dengan kemaafan-MU daripada segala balasan yang bakal ditimpakan. AKU juga berlindung dengan Zat-MU yang tidak terhitung segala nimat dan belas kasihan yang telah ENGKAU berikan, kami hanya mampu berusaha memuji-MU seperti mana pujian yang layak bagi Zat-MU." – Hadis sahih riwayat al-Tirmizi, al-Nasaai, Abu Daud, Ahmad dan selainnya.

Selain dari itu, dianjurkan kan juga untuk berdoa sebagaimana dikhabarkan dari ‘Aishah r.a dia berkata:

Ya Rasulullah, apa pendapatmu apabila aku mendapati salah satu malam daripada Lailatul Qadar, apakah yang sepatutnya aku ucapkan. Rasulullah menjawab:
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Mengasihi untuk mengampun, maka ampunilah aku. - Hadis riwayat Imam Ibnu Majah di dalam Sunannya, no: 3840

Semoga Ramadan pada tahun ini kita semua dapat mendapat malam lailatuqadar dan kita dapat mengisi sepanjang bulan ini dengan amal-amal ibadah yang sabit daripada Rasulullah s.a.w. serta mengerjakan amal-amal soleh. Lantaran dari itu semoga kita semua dapat menikmati segalan ganjaran pahala seperti yang telah dijanjikan oleh ALLAH S.W.T. kepada hambanya yang taat kepada perintah-NYA. Ada golongan yang menyatakan bahawa puasa bagi golongan yang tinggi makamnya adalah mereka yang berpuasa semata-mata ikhlas kerana ALLAH S.W.T tanpa menginginkan ganjaran pahala tersebut. Ternyata pemikiran sebegini tidak pernah diajar oleh Rasulullah s.a.w. Sememangnya amal ibadah kita perlu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan pada masa yang sama bukanlah menjadi satu kesalahan untuk mencita-citakan ganjaran pahala serta syurga daripada ALLAH S.W.T.. Buktinya ALLAH sendiri telah berfirman:

Dan segeralah kamu kepada (mengerjakan amal-amal yang baik untuk mendapat) keampunan dari TUHAN kamu, dan (mendapat) Syurga yang bidangnya seluas segala langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa - ‘Aali Imraan (3) : 133

Tambahan pula Rasulullah s.a.w. juga menganjurkan kita untuk mengharapkan ganjaran daripada ALLAH S.W.T. sebagaimana sabdanya:

"Sesiapa solat pada malam Ramadan dengan keimanan sebenar dan mengharapkan ganjaran (daripada ALLAH), diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." - Hadis riwayat Imam Muslim di dalam Sahihnya, no: 759.
__________________